Jika di kawasan Metropolitan mayoritas keramaian aktivitas akan terjadi pada siang hari dan malam hari dijadikan waktu istirahat untuk mempersiapkan tenaga kembali untuk esok harinya. Namun, berbeda dengan Kota Singkawang yang ternyata memiliki keramain di malam hari dan kedamaian di siang hari.
Pasar Hong Kong dibuka mulai dari sore hari hingga malam hari, karena siang hari di kawasan yang sama hanya ada jajaran toko yang menjual kebutuhan pokok warga Singkawang. Anda bisa menikmati jajanan khas China, bakso, Mie Ayam, Choi Pan, Martabak, dan makanan modern dan unik lainnya.
Tidak hanya mendapat respon positif dari warga dan wisatawan, pemerintah daerah juga memberikan keleluasaan untuk menikmati seluruh kegiatan di pasar dengan tetap menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan dari makanannya. Pasar Hong Kong ini juga merupakan ajang berkumpulnya para UKM daerah untuk menjualkan produknya. Dilansir dari kalbar.antaranews.com bahwa salah satu pelaku UKM yang sudah berjualan sejak 2003 dan dapat menghasilkan pendapatan hingga 1 juta hanya semalam saja.
Singkawang dikenal sebagai kota yang paling memiliki toleransi yang tinggi kepada masyarakatnya. Diisi oleh tiga suku besar yaitu Tionghoa, Dayak, dan Melayu menjadikan Kota Singkawang memiliki banyak kebudayaan dan agama yang berbeda. Menghargai antar umat beragama ternyata di Singkawang ada Vihara dan Masjid yang berseberangan, namun demikian mereka saling menghargai dan membantu satu sama lain.
Vihara Pekong Toa sudah berdiri di Singkawang sejak 200 tahun lalu, hingga saat ini gedung Vihara masih kokok, mewah dan terawat. Vihara Pekong dijadikan sebagai vihara utama, sehingga segala kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan harus melalui vihara ini dulu. Sementara itu terdapat Masjid besar juga yang berada di seberang vihara dan berusia 135 tahunan.
Masjid Raya Singkawang ini juga merupakan masjid tertua di Singkawang dan kebanggan masyarakat Muslim di sana. Masjid raya ini menjadi bukti bahwa Islam juga tersebar di Singkawang sejak dulunya Singkawang masih menjadi bagian wilayah Sambas. Dalam perkembangannya, masjid ini mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan, hingga saat ini membuat masjid menjadi lebih besar dan modern. Walaupun mengalami pemugaran, namun ada banyak sejumlah bangunan lama yang dipertahankan sebagai lambang dari sejarahnya.
Choipan adalah salah satu makanan khas Singkawang, Kalimantan Barat. Choipan ini sangat terkenal dan menjadi oleh-oleh yang wajib dibawa oleh para wisatawan. Sesuai dengan namanya, makanannya ini sebetulnya berasal dari negeri Jiran yaitu China. Di Singkawang ada banyak orang China yang sudah menetap lama, sehingga membawa budaya-budaya asal China ke Singkawang, salah satunya adalah Choipan ini. Choipan berasal dari bahasa Hakka, yaitu “Choi” yang artinya “Sayur”, dan “Pan” yang artinya “Kue”, sehingga Choipan adalah kue yang berisi sayuran.
Choipan memiliki berbagai macam bentuk dengan ciri kulit kenyal dan isian dari bengkoang yang dicampur ebi atau daun kucai. Choipan dimasak dengan dikukus dan digoreng, kemudian disajikan dengan siraman sambal cuka serta dimakan dengan bawang putih yang banyak. Choipan ini sebetulnya mirip juga dengan makanan khas Korea Selatan yaitu Mad'u.
Kota Singkawang yang diisi oleh tiga budaya besar yaitu Tionghoa, Dayak, dan Melayu selalu memiliki kegiatan-kegiatan pemersatu yang membuat tiga budaya ini semakin harmonis. Salah satunya adalah perayaan Cap Go Meh yang berisi pertunjukan budaya dan tradisi di Singkawang. Salah satu pertunjukan yang cukup menarik perhatian adalah Pawang Tatung, pertunjukkan ini merupakan asimilasi dari tiga budaya di Singkawang. Bahkan Pawang Tatung ini merupakan pawang terbesar di dunia.
Tatung berasal dari bahasa Hakka yang artinya orang yang dirasuki dewa, roh, leluhur atau orang yang memiliki kekuatan supranatural. Salah satu atraksi dari pawang ini diantaranya yaitu para tatung akan melakukan mempertunjukkan kekebalan seperti minum arak, ritual, menginjak pecahan kaca, bahkan menginjak bilah pedang. Namun, diyakini oleh masyarakat Singkawang bahwa para Tatung tadi tidak merasa sakit dan terluka. Kemudian akhir acara, para Tatung berkumpul untuk melakukan sembahyang bersama kepada Thian (Tuhan) di altar pusat perayaan Cap Go Meh di Singkawang.
Pertunjukkan Pawang Tatung dilakukan secara turun temurun dan dari generasi ke generasi. Pawang Tatung merupakan kebudayaan Tionghoa yang kini sudah menjadi kearifan lokal beberapa etnis masyarakat di Singkawang dan beberapa kota lainnya. Dalam perkembangannya Pawang Tatung ini juga sudah jadi aset kekayaan budaya Indonesia.